Assalamu’alaikum wr wb,
Apakabar sahabat ayahucuB dimanapun anda berada, semoga keselamatan selalu menyertai kita semua…aamiin ya rabbal ‘alamiin.
Kali ini aku akan berbagi pengalaman ketika dampak Covid-19 menyapaku. Dan sapaannya itu membuatku tersadar akan nikmat yang selama ini aku dustakan.
Bagaimana kisahnya?
Dampak COVID-19 pun menyapaku
Senin, 2 Maret 2020 Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan mengumumkan 2 orang Indonesia warga Depok Jawa Barat positif terjangkit virus Corona (selanjutnya disebut Covid-19) yakni perempuan berusia 31 tahun dan ibu berusia 64 tahun. Ini adalah kasus pertama Covid-19 di Indonesia. Virus Covid-19 ini sangat cepat mewabah dan saat itu belum ditemukan anti virusnya. Dampak mewabahnya virus ini membuat banyak perusahaan menerapkan kebijakan Work From Home (WFH) untuk mencegah penularan virus.
Kamis, 19 Maret 2020 adalah awal diberlakukannya WFH di tempatku bekerja. Aku bekerja di Perusahaan yang bergerak di bidang PENGEMBANG dan PENGELOLAAN PROPERTI yang berlokasi di Kabupaten Bogor. Seluruh Karyawan diminta untuk bekerja dari rumah dikarenakan saat itu wabah Covid-19 sedang berkembang cepat di sekitar area Jabodetabek (Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi) dan telah menimbulkan banyak korban jiwa.
Rabu, 15 April 2020, kabupaten Bogor menerapkan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yaitu pembatasan kegiatan tertentu untuk penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi atau terkontaminasi Covid-19 untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi. Bersamaan dengan saat inilah perusahaan mengeluarkan kebijakan lanjutan dari WFH yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu Cuti Tanpa Upah (Unpaid Leave) bagi para karyawannya hingga waktu yang belum ditentukan. Sebelum wabah Covid-19, perusahaan memang dalam keadaan kurang sehat dengan menurunnya penjualan properti. Ditambah dengan adanya wabah Covid-19 semakin menambah beban Perusahaan. Pemasukan tidak ada, Pengeluaran jalan terus.
Jumat, 24 Juni 2020, perusahaan melalui HRD (Human Resource Department) memanggilku untuk menghadap dalam rangka Efisiensi alias Pemutusan Hubungan Kekasih (PHK). Dan aku menandatangani perpisahanku dengan Perusahaan setelah 5 tahun keberadaanku mewarnai Divisi Pertanahan (Land Acquisition) sebagai Departement Head of Analysis and Investigation. Pekerjaan yang sangat menantang, menganalisa dan menyelidiki kasus sengketa lahan. Membuat rekomendasi penyelesaian kasus sengketa lahan.
SapaanNYA melalui COVID-19 ini menyadarkanku
Selama ini aku orang yang seolah-olah Proaktif padahal Reaktif dan ini menyadarkanku untuk menjadi PROAKTIF yang sesungguhnya.
Sebenarnya momen Efisiensi ini sudah kuduga sebelumnya sejak awal WFH diterapkan melihat kondisi perusahaan yang saat itu nilai sahamnya pun menurun sampai Rp 50/lembar sahamnya dari sempat pada tanggal 31 Juli 2019 berada di level Rp 150/lembar sahamnya.
Aku tipikal yang tidak mau tampil di depan pimpinan, tipe di belakang layar yang mensupport departement legal dengan analisa analisa kasus pertanahan. Sebagai gambaran di perusahaanku, bagi yang aktif berinisiatif dan tampil akan semakin diberi pekerjaan dan dipercaya pimpinan. Setelah aku sadari perananku yang tidak mau tampil ini adalah kebiasaan orang REAKTIF bukan PROAKTIF. Seharusnya aku lebih banyak tampil dan berinisiatif memberikan SOLUSI ke pimpinan, dan berani mengambil tanggung jawab lebih. Tidak menyalahkan keadaan yang saat itu tidak ideal karena ketidakjelasan Visi Pimpinan. Tidak juga menyalahkan budaya kerja di internal perusahaan yang asal bos senang. Harusnya kondisi ini malah menjadi tantanganku untuk mengubahahnya bukan malah menghindar.
Selama ini aku hanya mengikuti arus, tidak punya misi hidup, dan ini menyadarkanku untuk mulai menemukan MISI HIDUP berdasarkan PANGGILAN JIWAku.
Aku menyadari bahwa penyebab ketidakberanian tampilku di perusahaan karena aku tidak punya MISI Hidup yang benar benar merupakan Panggilan Jiwaku. Aku hanya mencari zona nyaman saja. Melakukan pekerjaan sesuai profesionalitas saja. Mengikuti arus aja. Terkendalikan oleh keadaan. Jadi ya wajar jika arusnya adalah efisiensi karyawan dan aku ikut di dalamnya.
Dalam masa WFH 3 bulan aku mulai menemukan suara hatiku, misi hidupku. Berdasarkan penilaian kepribadian Myers-Briggs Type Indicator (MBTI), aku adalah orang yang bertipe kepribadian ENFP (Ekstrovert, Intuition, Feeling, Perceiving). Kombinasi ini membuat seorang dengan kepribadian ENFP punya sikap yang terbuka dan ramah. Ia mahir dalam memberikan inspirasi, serta mewarnai kehidupan orang di sekitarnya dengan kebaikan. Namun secara pekerjaan selama ini berada dalam lingkungan INTP (Introvert, Intuition, Thinking, Perceiving). Ada persamaannya sih, Intuition dan Perceiving. Sebelum jadi Analis Kasus aku pernah menjadi Programmer Komputer yang sama juga lingkungannya. Dan uniknya aku juga pernah menjadi Business Director perusahaan yang aku bangun bersama teman temanku.
Setelah menyadari bakat bawaanku yang ENFP, di masa WFH ini aku mulai berani tampil dengan membuat rekaman video untuk youtube dan life instagram di bidang pengembangan diri. Oh ya, secara tidak sadar kalau dilihat di perpustakaanku banyak berisi buku-buku tentang pengembangan diri. Dan workshop-workshop yang banyak aku ikuti, video-video youtube yang banyak aku lihat bertema pengembangan diri. Aku baru sadar ternyata memang passionku adalah di pengembangan diri, membantu orang bertransformasi positif sesuai panggilan jiwanya.
Selama ini hidup tidak punya rencana, tidak punya prioritas, sehingga hidup dikendalikan oleh keadaan, dan ini menyadarkanku untuk hidup punya RENCANA, PRIORITAS berdasarkan misi hidup yang sudah ditetapkan.
Nah ini turunan dari tidak punya Misi Hidup, jadi tidak punya Rencana. Rencana bukan sembarang Rencana, ‘Rencana yang Proaktif’. Rencana yang berdasarkan Misi Hidup yang berani mengambil tanggung jawab.
Dengan menyadari Misi Hidupku, yaitu menjadi Life Transformer, otomatis Rencana dan Prioritas mengalir dengan sendirinya.
Milestone untuk ‘To Be’ sudah tergambar di benakku. Siap untuk diterjemahkan dalam untaian ‘To Do’. Menjadi Life Transformer yang membantu atau mengilhami orang lain menemukan panggilan jiwanya.
Selama ini terlanjur nyaman, tidak mengasah kemampuan baru, dan ini menyadarkanku untuk mulai mengasah kemampuan baru terutama yang berhubungan dengan passionku, MENGASAH GERGAJI.
Ini turunan lanjutan dari tidak punya ‘Rencana yang Proaktif’. Tidak punya alasan untuk mengasah kemampuan karena merasa dengan kemampuan sekarang sudah cukup menghidupi. Sudah nyaman.
Dengan hadirnya Milestone untuk ‘To Be’ Life Transformer, maka mendalami dan menguasai kompetensi sebagai Life Transformer akan menjadi keenjoyan tersendiri. Terus mengasah gergaji kompetensi agar efektif memotong pohon solusi.
Menemukan Panggilan Jiwa
Dengan sapaan Ilahi melalui wabah Covid-19 ini, semoga bisa menjadi inspirasi untuk mulai menyadari kembali apa yang menjadi Panggilan Jiwa kita. Mulai meyadari keunikan bakat kita yang tidak dimiliki orang lain. Mulai berani Proaktif, menyusun Misi Hidup, menyusun Rencana Hidup, dan berbuat untuk sebanyak banyaknya manfaat bagi sesama.
Berikut cuplikan beberapa pertanyaan dan kisah yang semoga bisa menggugah kita untuk menemukan PANGGILAN JIWA kita.
Apa Panggilan Jiwamu?
Apakah kamu masih belum menemukan apa yang menjadi panggilan jiwamu?
Apa misi kamu dilahirkan ke dunia ini?
Apa keunikanmu dibandingkan dengan orang lain?
Yuk kita mulai perjalanan ke dalam diri…
Kita dengarkan 4 suara dalam diri kita
Suara-1, Dengarkan Tubuhmu (Panca Inderamu)
Apakah kamu tahu apa yang dibutuhkan banyak orang yang belum terpenuhi?
Suara-2, Dengarkan Nuranimu
Apakah kamu terinspirasi untuk bertindak memenuhi kebutuhan itu?
Suara-3, Dengarkan Pikiranmu
Apakah kamu punya kemampuan (bakat) untuk memenuhi kebutuhan itu?
Suara-4, Dengarkan Hatimu
Apakah kamu punya keinginan (gairah) untuk memenuhi kebutuhan itu?
Sebuah Kisah dari MUHAMMAD YUNUS
Muhammad Yunus adalah seorang professor dari Bangladesh yang meraih penghargaan Nobel Perdamaian pada tahun 2006 atas jasa jasanya dalam pembangunan ekonomi dan sosial dari kalangan ekonomi rendah.
Bagaimana dia menemukan Panggilan Jiwanya?
Pertama, dia merasakan adanya KEBUTUHAN. Bank tidak mau memberikan kredit kepada orang yang kurang mampu tanpa jaminan walaupun orang itu Produktif.
Kemudian, NURANInya mengilhaminya untuk bertindak. Karena BAKATnya memang sesuai dengan kebutuhan tersebut, dia berdisiplin diri dan memanfaatkan bakatnya itu untuk memecahkan masalah dan mendayagunakan PASSIONnya.
Akhirnya, dia mendirikan Grameen Bank sebagai PANGGILAN JIWAnya.
Jadi, Apa Panggilan Jiwamu?
Apakah Kamu Sudah Mendapatkan Jawabannya?
Apabila Belum, Dengarkan Lebih Dalam 4 Suaramu?
Apabila Sudah, Selamat…Kamu Siap Menjadi Sebaik- Baiknya Manusia. Kamu Luar Biasa!!!
Demikian pengalamanku tentang ‘Kehadiranmu (Covid-19) Telah Menyingkap Kasih-Nya‘ yang dapat aku sampaikan. Semoga bermanfaat dan bisa menjadi tambahan pengetahuan bagi sahabat. Lebih kurangnya mohon maaf.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…
https://biolinky.co/ayahucub
1 thought on “Kehadiranmu (Covid-19) Telah Menyingkap Kasih-Nya”