Hilangnya Rasa Marah

Assalamu’alaikum wr wb,
Apakabar sahabat ayahucuB dimanapun anda berada, semoga keselamatan selalu menyertai kita semua…aamiin ya rabbal ‘alamiin.

Kali ini kita berlatih marah yang jujur (marah yang objektif) dengan contoh kasus orang tua yang marah kepada anaknya karena main game terus dan malas belajar. Alasan orangtua tersebut memarahi anaknya adalah karena ia sayang kepada anaknya. Ia perduli agar anaknya menjadi anak yang pintar, menjadi orang sukses dikemudian hari. Apakah benar alasannya karena rasa sayang? Atau jangan jangan ada rasa lain yang tersembunyi di balik rasa sayangnya itu?

Yuk kita selikidiki si Rasa Marah ini.

Hilangnya Rasa Marah

Kadang seorang ayah saat marah pada anaknya yang kelihatan malas suka keceplosan mengomel seperti ini.
Ayah sudah berulangkali marah sama kamu, tapi tetep aja ga kamu berubah.
Kamu itu mau jadi apa kalau kerjaannya main game terus.
Ayah beliin kamu HP buat belajar bukan buat ngegame, sosmedan, nonton drakor.
Jangan jadi anak pemalas. Kalau kamu masih aja malas belajar, bagaimana kamu bisa jadi anak pinter, Bagaimana kamu bisa jadi orang sukses. Taruh handphonenya…belajar!!!
Atau ayah ambil HPnya dan ga akan bayarin lagi uang sekolah kamu.
Biar jadi pelajaran buat kamu. Ga menghargai usaha orang tua menyekolahkan kamu.
Buat orangtuamu bangga dengan prestasimu.
Ayah marah sama kamu karena ayah sayang sama kamu.
Ayah peduli sama kamu. Kalau kamu sukses, kamu akan bahagia.
Kalau kamu sukses, kamu akan membuat ayah bangga.
Sekilas omelan di atas ada benarnya. Wajar orang tua memarahi anaknya jika memang si anak malas belajar. Tapi yang menarik, mengapa si anak tetap ga berubah perilakunya ya. Apa yang salah?
Ada perkataan yang menarik disini:
Ayah marah sama kamu karena ayah sayang sama kamu.
Hmmm…jika memang dengan memarahi bisa membuat orang berubah menjadi lebih baik berarti mudah sekali merubah orang. Tinggal dimarahi, langsung berubah jadi lebih baik. Jumlah orang tidak baik jadi berkurang drastis di dunia ini. Namun apa kenyataannya? Ada ilusi rasa sayang dibalik rasa marah. Pura pura cinta. Jika rasa sayang semu ini dapat dikenali dari dalam diri, kitapun dapat mengetahui serta memahami hakikat rasa kita dalam menyayangi si anak.
Rasa marah adalah rasa tidak suka. Rasa sayang adalah rasa suka.
Bila yang dimaksud dengan rasa marah adalah rasa tidak suka dan rasa sayang adalah rasa suka, maka bagaimana bisa rasa marah berasal dari rasa sayang?
Mari kita selikidiki dengan jujur si rasa marah ini. Apakah ada rasa lain yang tersembunyi di balik rasa marah ini? (Ini hanya hipotesa aja, benar atau tidaknya hanya aku subjektif yang tahu).
Rasa marah adalah rasa benar sendiri. Aku benar, kamu salah. Kamu telah melakukan sesuatu yang menurutku salah sehingga membuatku marah. Kamu harus rajin agar menjadi orang pintar, karena kalau kamu pintar maka kamu akan sukses, aku bangga sebagai orangtuamu. Aku jadi mulia. Aku disegani. Aku ga akan susah di masa tua nanti. Aku beruntung.
Kalau kamu malas, kamu tidak akan sukses. Kalau kamu tidak sukses aku ga bisa bangga. Aku ga jadi mulia. Aku malang. Aku jadi repot di masa tua nanti. Aku rugi. Aku ga ingin rugi karena sudah mengeluarkan banyak uang buat kamu. Aku ga ingin rugi karena dianggap gagal mendidik kamu, bisa bisa aku masuk neraka. Jadi kamu harus sukses, suksesmu membanggakanku, memuliakanku, menguntungkanku. Aku untung. Aku bahagia. Masuk surga.
Secara tidak sadar orang tua memosisikan anak sebagai kebanggaan dan sarana mencukupi kebutuhannya di masa tua nanti.
Rasa marah adalah rasa takut keHILANGan rasa mulia.
KeHILANGan sandaran.
KeHILANGan rasa bahagia.
KeHILANGan surga.
Kalau diteliti lebih dalam lagi, eh ternyata rasa marah ini juga ada pada si Anak. Ia marah kepada orangtuanya karena orang tuanya malas kerja keras, ga rajin cari uang, ga sukses sukses amat, ga membuat si anak bangga. Ga bisa membuat si anak merasa mulia. Si anak merasa rugi punya orangtua yang malas. Secara tidak sadar anak kitapun memosisikan orang tua sebagai kebanggaan dan sarana mencukupi kebutuhannya saat ini.
Jadi sebenarnya rasa orang tua dan anak sama saja dalam hal saling memanfaatkan. Bila orangtua menyadari keJUJURAN rasa tersembunyi tersebut sebelum ia marah, maka rasa marah akan lenyap berganti rasa damai. Ternyata rasa marah ku sama dengan rasa marah si anak. Rasa malasku sama dengan rasa malas si anak. Rasa rugiku sama dengan rasa rugi si anak. Setelah mengetahui dan memahami adanya kesamaan rasa ini, timbullah ketentraman dalam hati kita. Apabila hati telah tentram walaupun  tetap marah terhadap anak, marahnya ga meledak ledak, marah yg jujur 😀
KeJUJURAN rasa ini mengHILANGkan rasa marah menghadirkan rasa sayang, rasa suka karena sama sama malas.
Jadi kalau diringkas begini bahasanya:
Anak yang kuharapkan menjadi kebanggaan dan sandaranku di saat tua nanti terancam gagal karena malas. Namun aku sendiri juga malas, ga bisa dibanggakan dan ga bisa selalu mencukupi kebutuhannya.
Inilah marah yang jujur, selaras apa yang diucapkan dan yang dirasakan. Sinkron.
I’m sorry…please forgive me…I thank U…I love U…

Demikian sharing tentang ‘Hilangnya Rasa Marah‘ yang dapat saya sampaikan. Semoga bermanfaat dan bisa menjadi tambahan pengetahuan bagi sahabat. Lebih kurangnya mohon maaf.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…

https://biolinky.co/ayahucub

Silahkan Berbagi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

five × 1 =