Assalamu’alaikum wr wb,
Apakabar sahabat ayahucuB dimanapun anda berada, semoga keselamatan selalu menyertai kita semua…aamiin ya rabbal ‘alamiin.
Kali ini saya akan melanjutkan berbagi pengetahuan tentang ‘7 habits’ Episode ke-8. Di sini saya akan membahas tentang Kebiasaan ke-5 dari 7 Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif, yaitu Berusaha Mengerti Terlebih Dahulu (Empati), Baru Dimengerti.
Apa yang dimaksud dengan ‘Berusaha Mengerti Terlebih Dahulu (Empati), Baru Dimengerti’? Mengapa Kebiasaan ‘Berusaha Mengerti Terlebih Dahulu (Empati), Baru Dimengerti’ itu Penting? Bagaimana caranya ‘Berusaha Mengerti Terlebih Dahulu (Empati), Baru Dimengerti’? Mari kita mulai pembahasan.
Episode 08 – Kebiasan ke-5 Berusaha Mengerti Terlebih Dahulu (Empati), Baru Dimengerti
Suatu hari anda pergi ke ahli kacamata untuk memeriksa mata anda. Setelah anda menyampaikan keluhan anda secara singkat, ahli tersebut melepas kacamatanya dan memberikan kacamata nya kepada anda. ‘Coba pakai kacamata ini, saya sudah memakainya selama 10 tahun. Dan sangat membantu saya. Silahkan anda pakai. Saya ada satu lagi di rumah.’
Saat anda memakainya anda mengeluh, ‘Buram sekali, saya tidak dapat melihat apa apa. Semakin kabur pandangan saya.’ (Mata anda minus, kacamata yang dipakai plus.)
Ahli tersebut berkata ‘Ada apa dengan anda. Anda tidak menghargai saya. Kacamata ini sangat membantu saya, percayalah, cobalah anda pakai, berpikirlah positif.’
Lalu anda menjawab, ‘Saya sudah berpikir positif, positif buram.’
Kira kira apakah anda akan datang kembali lagi ke ahli kacamata tersebut untuk meminta bantuannya?
Cerita ini adalah anekdot bentuk komunikasi yang minta dimengerti dulu, tidak berusaha mengerti terlebih dahulu, tidak mendiagnosa lebih dalam apa kebutuhan pihak lain. Orang yang hanya menggunakan ‘kacamata’nya untuk melihat permasalahan.
Kita memiliki kecenderungan menasihati orang lain dengan kacamata kita tanpa mengerti secara mendalam masalahnya terlebih dahulu. Berusaha Mengerti Terlebih Dahulu (Empati) adalah kunci untuk komunikasi antar pribadi yang efektif. Melihat masalah secara mendalam dari sudut pandang kacamata orang lain dengan mendengarkannya. Bukan sekedar mendengar yang abai, tetapi mendengarkan secara empatik. Mendengarkan dengan niat memahaminya, untuk mengerti dari sudut pandang orang tersebut.
Karakter dan Komunikasi
Membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan merupakan bentuk bentuk komunikasi. Kita telah menghabiskan banyak waktu untuk belajar membaca, menulis, dan berbicara. Tetapi untuk belajar mendengarkan? Mungkin kita tidak pernah mendapatkan pelajarannya di sekolah atau di kuliah.
Jika kita ingin berinteraksi secara efektif dengan orang lain, pasangan, anak, orang tua, tetangga, teman, kita perlu terlebih dahulu mengerti mereka. Kita harus mengembangkan keterampilan mendengar secara empatik berdasarkan karakter yang mengilhami keterbukaan dan kepercayaan. Karakter yang membuat orang percaya dan nyaman kepada kita sehingga mereka mau terbuka. Bukan karakter yang manipulatif, bermuka dua, karakter Menang/Kalah. Mau menangnya sendiri.
Mendengarkan Empatik
‘Berusaha Mengerti Terlebih Dahulu (Empati)‘ memerlukan perubahan paradigma yang sangat mendalam. Kebanyakan orang tidak mendengar dengan maksud untuk mengerti tetapi untuk maksud menjawab.
‘Saya mengerti perasaan anda. Saya pernah mengalaminya. Biarkan saya menceritakannya kepada anda.’
Mereka terus menerus memberikan resep kacamatanya kepada semua orang yang berhubungan dengannya. Jika mereka memiliki masalah dengan seseorang (anaknya, pasangannya, temannya, orang tuanya), sikap mereka adalah ingin dimengerti terlebih dahulu. Mereka mengeluh ‘Dia tidak bisa mengerti saya. Dia benar benar tidak mau mendengarkan.‘ Dibalik keluhannya tersirat bahwa mereka sendiri yang tidak mau mendengarkan, mereka tidak mau mengerti orang lain. Mereka maunya dimengerti terlebih dahulu.
Ada seorang ayah yang curhat kepada Mr. Covey.
Si Ayah: “Saya tidak bisa mengerti anak saya. Ia benar benar tidak mau mendengar saya.”
Mr.Covey : “Anda tidak mengerti anak anda karena ia tidak mau mendengarkan anda?”
Si Ayah: “Benar!”
Mr.Covey : “Ok saya ulangi ya. Anda tidak mengerti anak anda karena ia tidak mau mendengarkan anda?”
Si Ayah: “Benar!!”
Mr.Covey : “Ok saya ulangi sekali lagi ya. Anda tidak mengerti anak anda karena ia tidak mau mendengarkan anda?”
Si Ayah: “Oooo ya ya, saya paham.”
Ada 5 tingkat dalam keterampilan mendengarkan:
- Mendengarkan yang abai
- Berpura-pura mendengarkan
- Mendengarkan yang selektif
- Mendengarkan secara atentif
- Mendengarkan secara empatik
Mendengarkan secara empatik adalah mendengarkan dengan maksud untuk mengerti. Tidak hanya menggunakan telinga, tetapi juga menggunakan mata dan hati. Bahkan menggunakan otak kiri dan kanan kita. Para ahli komunikasi memperkirakan bahwa hanya 10% komunikasi diwakili oleh kata kata, 30% diwakili oleh suara kita, 60% diwakili oleh bahasa tubuh. Bisa jadi seseorang berkata ‘Ya’ tetapi tanpa disadari kepalanya menggeleng yang berarti bahwa hatinya berkata ‘Tidak’.
Saat seseorang merasa didengarkan secara empatik, itu akan memberinya udara psikologis. Sesudah kebutuhan udara psikologis ini terpenuhi, kita baru bisa fokus pada pemberian pengaruh atau pemecahan masalah.
Buatlah Diagnosis Sebelum Membuat Resep
Ada suatu kejadian yang menarik.
Sandra, istri Mr.Covey, memiliki putri bernama Jenny. Jenny berusia 2 bulan dan sedang menderita gejala diare. Saat itu hari sabtu dan sedang ada pertandingan sepakbola di lingkungannya. Ada dokter yang sedang bertugas jaga di stadion yang sedang menonton pertandingan sepakbola tersebut. Pertandingan sedang seru serunya dan Sandra menelepon dokter jaga tersebut untuk meminta bantuannya. Sandra menjelaskan gejala sakit putrinya melalui telepon. Selesai Sandra menjelaskan dokter tersebut langsung saja memberikan resep tanpa mendiagnosa lebih lanjut. Setelah telepon ditutup Mr. Covey bertanya kepada Sandra, apakah dokter itu tahu kalau Jenny berusia 2 bulan. Sandra tidak yakin karena dia bukan dokter langganannya. Akhirnya Sandra menelepon kembali dokter tersebut dan memberi tahu bahwa Jenny berusia 2 bulan. Dan benar, ternyata resep yang diberikan untuk orang dewasa bukan balita.
Dari cerita di atas tersirat pesan, jika kita tidak percaya akan diagnosa dokter tersebut, kita tidak akan percaya resepnya. Prinsip ini juga berlaku dalam bentuk hubungan yang lain seperti pelanggan, pertemanan, keluarga, dan pasangan.
- Jika calon pelanggan kita menganggap kita tidak mengerti ‘kebutuhan’ dia, dia tidak akan membeli apapun dari kita.
- Jika putra kita menganggap kita tidak mengerti ‘kebutuhan’ dia, dia tidak akan percaya apapun yang kita katakan atau nasehatkan kepadanya.
- Jika pasangan kita menganggap kita tidak mengerti ‘kebutuhan’ dia, dia tidak akan percaya apapun yang kita katakan atau nasehatkan kepadanya.
Kita perlu memahami terlebih dahulu apa sudut pandang orang lain, maunya orang lain, sehingga kita bisa memberikan resep yang sesuai kebutuhan orang tersebut.
4 Respons Autobiografis
Mendengarkan secara Autobiografis adalah mendengarkan tetapi menggunakan ‘kacamata’ kita sendiri bukan kacamata orang lain. Mendengarkan sesuai Pengalaman yang pernah kita alami, yang mungkin saja berbeda dengan apa yang sedang orang lain alami. Seperti kisah ahli kacamata di atas. Kita cenderung mengunakan 4 respon dalam salah satu dari 4 cara.
1. Mengevaluasi, kita setuju atau tidak setuju.
Ketika kita berbicara pada putra kita atau pasangan kita, kita cenderung langsung memberikan penilaian alih alih mendengarkan. Apakah mereka akan merasa bebas untuk membuka dirinya ketika kita mengevaluasi semua yang mereka katakan sebelum mereka benar benar menjelaskannya? Apakah kita memberinya ‘udara psikologis’?
2. Menyelidik, kita mengajukan pertanyaan dari kerangka acuan kita sendiri.
Penyelidikan yang terus menerus saat berbicara dengan anak tanpa memberinya ‘udara psikologis’ dengan mendengarkan secara empatik, adalah salah satu alasan mengapa orangtua tidak dapat dekat dengan anak mereka.
3. Menasihati, kita memberikan nasihat berdasarkan pengalaman kita sendiri.
Bagaimana anak bisa terbuka dengan orangtuanya jika setiap kali ia membuka kelemahannya, orangtuanya langsung menasihatinya. ‘Kan sudah ayah/ibu katakan.’
4. Menafsirkan, kita berusaha memahami orang, menjelaskan motif mereka, perilaku mereka, berdasarkan motif dan perilaku kita sendiri.
Ke 4 Respon Autobiografis ini bukannya tidak baik. Respon ini akan efektif jika telah didahului dengan ‘Berusaha Mengerti Terlebih Dahulu (Empati)‘, dengan mendengarkan secara empatik terlebih dahulu.
Perhatikan dialog anak dan ayah berikut ini:
‘Ayah, aku sudah jenuh! Sekolah itu tidak ada gunanya!’
‘Ada apa nak?’ (menyelidik)
‘Benar benar tidak praktis. Aku tidak mendapatkan apa apa dari sekolah.’
‘Kamu cuma belum melihat manfaatnya sekarang nak. Ayah pernah merasakan hal yang sama saat seumurmu dahulu.’ (menasihati)
‘Aku sudah menghabiskan 10 tahun umurku! Dapatkah ayah mengatakan apa manfaatnya bagiku sebagai montir mobil?’
‘Montir mobil? Kamu pasti main main’ (mengevaluasi)
‘Tidak bukan aku, tetapi Joe. Ia berhenti sekolah. Ia menjadi montir mobil dan menghasilkan banyak uang. Nah itu baru praktis.’
‘Mungkin kelihatannya begitu sekarang, coba lihat beberapa tahun lagi. Joe pasti berharap andaikan saja dulu tidak putus sekolah. Kamu tentu tidak mau menjadi montir mobil. Kamu bisa lebih baik dari itu.’ (menasihati)
‘Tahukah kamu berapa banyak pengorbanan yang ayah dan ibu sudah berikan untuk menyekolahkanmu disana? Kamu tidak boleh berhenti!’ (mengevaluasi)
Si Ayah hanya merespon anaknya berdasarkan kata-katanya saja sehingga si Ayah tidak memahami apa maksud tersembunyi dari si Anak. Si Ayah mempersepsikan bahwa anaknya malas sekolah dan ingin berhenti sekolah.
——-
Keterampilan Mendengarkan secara Empatik memerlukan 4 tingkat perkembangan:
Tahap 1: Meniru isi, ini paling tidak efektif.
‘Ayah, aku sudah jenuh! Sekolah itu tidak ada gunanya!’
‘Kamu sudah jenuh. Kamu pikir sekolah itu tidak ada gunanya!’
Tahap 2: Menyatakan isi dengan cara lain.
‘Ayah, aku sudah jenuh! Sekolah itu tidak ada gunanya!’
‘Kamu tidak mau sekolah lagi?’
Tahap 3: Merefleksikan perasaan.
‘Ayah, aku sudah jenuh! Sekolah itu tidak ada gunanya!’
‘Kamu lagi frustasi ya dengan sekolah?’
Tahap 4: Sungguh sungguh berusaha mengerti ketika mengulang isi dan merefleksikan perasaan, ini akan memberikan udara psikologis. Melepaskan rasa yang ingin diungkapkannya.‘
Dengan benar benar mendengarkan dan mengerti, maka hilanglah penghalang apa yang sebenarnya ingin disampaikan dengan yang apa yang sedang disampaikan. Keterampilan ini tidak akan efektif jika tidak datang dari keinginan tulus untuk mengerti. Niat ingin memahami secara tulus bukan niat untuk menjawab.
——-
Dengan merubah dialog anak dan ayah di atas menjadi dialog yang berdasarkan tahapan mendengarkan empatik dimana si Ayah berusaha mengerti apa yang sebenarnya anaknya ingin sampaikan kepadanya, ternyata terungkap bahwa si Anak sebenarnya bukan mau berhenti dari sekolah. Si Anak hari ini akan mengikuti tes membaca, karena guru dan teman temannya mengatakan bahwa ia membaca seperti anak kelas 4 sementara ia sudah SMA dan ia takut gagal sehingga membuatnya merasa ingin berhenti sekolah. Tapi ia tidak mau berhenti karena sadar bahwa sekolah itu berguna.
Semua nasihat dengan niat baik tidak akan banyak berguna jika kita tidak mengerti masalah yang sebenarnya.
Pengertian Dan Persepsi
Bagaimana kita dapat bekerjasama dengan orang yang berbeda persepsi dengan kita?
- Ada orang yang berpusat pada pasangan, ada yang berpusat pada uang.
- Ada yang memiliki mental kelimpahan, ada yang memiliki mental kelangkaan.
- Ada yang dominan otak kanannya (visual, intuitif, menyeluruh), ada yang dominan otak kirinya (berurutan, analitis, detail).
Bagaimana kita mengatasi keterbatasan persepsi individual kita agar dapat berkomunikasi secara mendalam untuk menghasilkan solusi Menang/Menang? Jawabannya adalah dengan Kebiasaan 5.
Baru Berusaha Untuk Dimengerti
Mengetahui bagaimana untuk dimengerti adalah separuhnya Kebiasaan 5 dan sama pentingnya dalam mencapai solusi Menang/Menang.
Berusaha untuk mengerti memerlukan Tenggang Rasa yang tinggi.
Berusaha untuk dimengerti memerlukan Keberanian yang tinggi.
Saat kita berusaha membuat orang agar mengerti kita, filosofi ethos, pathos, logos yang berarti karakter kita, hubungan kita, dan logika kita sangat penting untuk ditampilkan sesuai urutannya pada saat kita mempresentasikannya kepada orang lain. Buatlah presentasi yang efektif karena ini dalam Lingkaran Pengaruh kita. Dengan menyajikan gagasan kita secara jelas, spesifik, visual, dan kontekstual dan melihat dari sudut pandang mereka. Dengan mengerti apa kekhawatiran mereka dan kita dapat menjawab kekhawatiran itu,akan meningkatkan kredibilitas gagasan kita secara signifikan.
Satu Dengan Satu
Kebiasaan 5 adalah kebiasaan yang dapat kita praktekan sekarang. Kesampingkan kacamata anda dan sungguh sungguh berusaha mengerti. Walaupun orang tidak mau terbuka kepada kita, kita dapat bersikap empatik. Kita dapat merasakan hati mereka, luka mereka, dan mungkin kita dapat merespon ‘Anda kelihatannya sedang galau hari ini.’ Mereka mungkin tidak mengatakan apa apa, tetapi kita sudah memperlihatkan perhatian kita. Jangan mendesak, bersabarlah, bersikap hormat. Orang tidak harus terbuka secara verbal sebelum kita dapat berempati. Kita dapat selalu berempati. Proaktiflah.
Sediakanlah waktu bersama anak anak kita sekarang, secara 4 mata, satu dengan satu.
Sediakanlah waktu bersama pasangan kita sekarang, secara 4 mata, satu dengan satu.
Sediakanlah waktu bersama karyawan kita sekarang, secara 4 mata, satu dengan satu.
Sediakanlah waktu bersama teman kita sekarang, secara 4 mata, satu dengan satu.
Sediakanlah waktu bersama partner bisnis kita sekarang, secara 4 mata, satu dengan satu.
Lihatlah hidup melalui mata satu sama lain. Ketika kita benar benar mengerti satu sama lain secara mendalam, artinya kita telah membuka pintu bagi solusi kreatif. Perbedaan tidak lagi menjadi batu sandungan malah menjadi batu loncatan bagi sinergi.
Catatan saya:
Jangan hanya menggunakan mata kita untuk memahami, tetapi gunakanlah Penglihatan kita
Jangan hanya menggunakan telinga kita untuk memahami, tetapi gunakanlah Pendengaran kita
Jangan hanya menggunakan hati kita untuk memahami, tetapi gunakanlah Rasa kita
Demikian penjelasan tentang episode ke-8 ‘Kebiasaan ke-5, Berusaha Mengerti Terlebih Dahulu (Empati), Baru Dimengerti‘ yang dapat saya sampaikan. Semoga bermanfaat dan bisa menjadi tambahan pengetahuan bagi sahabat. Lebih kurangnya mohon maaf.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…
https://biolinky.co/ayahucub